George Best: Legenda Sepak Bola yang Lahir dari Kekacauan
Ada sesuatu yang berbeda dari legenda sepak bola bernama George Best. Dia bukan sekadar bintang, melainkan personifikasi dari keindahan dan kehancuran dalam satu tubuh manusia. Gaya bermainnya memukau dunia, namun gaya hidupnya membawanya ke jurang yang dalam.
George Best adalah keajaiban dari Belfast yang tak diduga dunia. Dari tanah kecil Irlandia Utara, ia menjelma menjadi ikon global yang dielu-elukan. Namun kehidupan Best tak pernah mulus. Ia hidup seperti api yang menyala terang, lalu padam terlalu cepat.
Keberaniannya di atas lapangan sering kali bertolak belakang dengan kelemahannya di kehidupan pribadi. Ia bisa membuat bek terjatuh dengan satu gocekan, tetapi tak mampu menaklukkan iblis dalam dirinya sendiri.
Sebagai salah satu legenda sepak bola era 60-an dan 70-an, George Best berdiri sejajar dengan nama-nama seperti Pelé dan Cruyff. Namun berbeda dari mereka, Best menyimpan luka yang tak sembuh hingga akhir hayatnya.
Sosoknya menjadi peringatan, bahwa menjadi legenda bukan sekadar soal gelar, tapi juga bagaimana seseorang dikenang karena kisah yang menyentuh dan menggetarkan hati.
Awal Kehidupan George Best dan Potensi Luar Biasa
George Best lahir pada 22 Mei 1946 di kawasan miskin Belfast. Dari kecil, ia memperlihatkan bakat alami yang bahkan tak bisa dijelaskan oleh pelatih lokal. Ia cepat, lincah, dan memiliki insting bermain yang jarang dimiliki anak seusianya.
Pada usia 15 tahun, ia dikirim ke Manchester United untuk menjalani masa percobaan. Pelatih Matt Busby awalnya ragu, karena tubuh Best kecil dan kurus. Tapi saat melihatnya menggiring bola, semua keraguan sirna.
Debut profesionalnya pada usia 17 tahun menandai awal dari kehebohan publik Inggris terhadap bocah asal Irlandia ini. Dalam waktu singkat, George Best menjadi buah bibir di surat kabar dan televisi nasional.
Yang membedakan Best dari pemain lain adalah kontrol bolanya yang magis. Ia bisa melewati lima pemain tanpa kehilangan ritme. Ia menari di atas rumput stadion dengan sepatu penuh sihir.
Sebagai legenda sepak bola muda, Best bukan hanya bermain, tapi mengubah cara orang memandang sepak bola itu sendiri—sebagai seni, bukan sekadar pertandingan.
Puncak Karier Bersama Manchester United
George Best adalah nyawa Manchester United di era keemasan klub tersebut. Ia menjadi aktor utama dalam keberhasilan meraih gelar Liga Inggris pada tahun 1965 dan 1967.
Namun puncak dari segalanya datang di tahun 1968, saat ia membawa United menjuarai Piala Eropa (kini Liga Champions), mengalahkan Benfica. Di final tersebut, Best mencetak gol solo legendaris yang hingga kini diputar ulang.
Tahun itu pula, ia memenangkan penghargaan bergengsi Ballon d’Or dan dinobatkan sebagai pemain terbaik di Eropa. Usianya baru 22 tahun, namun dunia sudah menunduk kepadanya.
Meski sering dibandingkan dengan Pelé dan Maradona, Best menolak dijuluki sebagai yang terbaik. Ia hanya ingin menikmati permainan. Namun fakta di lapangan membuktikan bahwa ia pantas disebut legenda sepak bola sejati.
Selama lebih dari satu dekade di Manchester United, ia mencetak 179 gol dalam 470 penampilan. Angka yang luar biasa, mengingat ia bukan striker murni, melainkan winger dengan visi dan naluri membunuh.
Kehidupan Pribadi yang Sarat Kontroversi
Kesuksesan di lapangan rupanya menjadi bumerang bagi kehidupan pribadi George Best. Popularitas membawanya ke pesta, minuman keras, dan sorotan media yang tak berhenti menghujani.
Best menjadi simbol kehidupan glamor seorang atlet, jauh sebelum era Instagram dan paparazzi seperti sekarang. Ia dikenal karena pacar-pacar cantik, mobil mewah, dan malam panjang di klub malam London.
Namun semua itu perlahan menghancurkan konsistensinya di lapangan. Best mulai sering absen latihan, datang dalam kondisi mabuk, dan terlibat dalam berbagai skandal media.
Kariernya mulai menurun pada usia 28 tahun, saat kebanyakan pemain sedang mencapai masa emasnya. Klub-klub besar mulai kehilangan minat, dan George pun mengembara ke berbagai klub kecil.
Di balik pesonanya sebagai legenda sepak bola, George Best menyimpan kegetiran yang terus menghantui hingga akhir hayat. Ia pernah berkata, “Saya memiliki semua yang diinginkan pria. Tapi itu justru menghancurkan saya.”
Fakta Unik George Best yang Jarang Diketahui
George Best bukan hanya pesepak bola, ia adalah ikon budaya pop. Bahkan grup musik The Beatles pernah menyebutnya sebagai “anggota kelima” karena ketenarannya menyamai mereka.
Best adalah atlet sepak bola pertama yang muncul di halaman depan majalah gaya hidup. Ia juga menjadi bintang iklan dari parfum hingga jam tangan mewah, jauh sebelum era sponsorship modern.
Salah satu kutipan terkenalnya adalah: “Saya menghabiskan banyak uang untuk minuman, wanita, dan mobil cepat. Sisanya saya buang-buang.” Kalimat ini menjadi simbol dari kehidupannya yang penuh paradoks.
George juga tercatat bermain di Amerika, Afrika Selatan, hingga Australia, meski hanya sebentar. Di setiap tempat, ia tetap disambut bak raja.
Yang lebih menarik, ia tak pernah bermain di Piala Dunia. Meski begitu, dunia tetap mengingatnya sebagai legenda sepak bola yang tidak membutuhkan panggung global untuk membuktikan kelasnya.
Akhir Hayat dan Penghormatan Abadi
Tahun 2002, George Best menjalani transplantasi hati akibat kerusakan parah karena alkoholisme. Namun kebiasaan lama sulit ditinggalkan, dan kesehatannya terus menurun.
Pada 25 November 2005, dunia kehilangan seorang jenius. George Best menghembuskan napas terakhirnya di usia 59 tahun. Ribuan orang menghadiri pemakamannya di Belfast.
Bandara utama di Belfast kini menyandang nama George Best Belfast City Airport, sebagai bentuk penghormatan dari negaranya. Namanya juga diabadikan dalam berbagai dokumenter dan mural.
Bahkan hingga saat ini, setiap ada pemain muda dengan gaya bermain elegan, nama George Best selalu muncul dalam perbandingan.
Lebih dari sekadar statistik, George Best meninggalkan warisan yang mendalam. Ia adalah bukti bahwa seorang manusia bisa begitu luar biasa, namun juga begitu rapuh.
Kesimpulan
George Best bukan sekadar legenda sepak bola, ia adalah simbol keindahan dan kerapuhan manusia. Jika kisah ini menyentuhmu, bagikan ke temanmu, beri like, atau komentar siapa pemain jenius favoritmu di kolom diskusi!